PENDAHULUAN
Sejak berhasil ditemukannya hepatitis C dengan teknik kloning molekulerdi tahun 1989 sejumlah perkembangan yang bermakna telah terjadi dalam pemahaman mengenai perjalanan alamiah, diagnosisdan terapi infeksi virus hepatitis C. Dahulu kita hanya dikenal infeksi ini sebagai infeksi virus hepatitis non-A, non-B, namun saat ini telah diketahui bahwa infeksi yang hanya memiliki tandaptanda subklinis ringan itu ternyata memiliki tingkat kronisitas dan progresifitas kearah sirosis yang tinggi.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi infeksi virus hepatitis C di dunia Infeksi virus hepatitis C (HCV) adalah suatu masalah kesehatan global. Diperkirakan sekitar 170 juta orang di dunia telah terinfeksi secara kronik oleh HCV. Prevalensi global infeksi HCV adalah 2,9%. Menurut data WHO angka prevalensi ini amat bervariasi dalam distribusi secara geografi, dengan seroprevalensi terendah di Eropa sekitar 1% hingga tertinggi 5,3% di Afrika (gambar 1). Angka seroprevalensi di Asia Tenggara sekitar 2,2% dengan jumlah penderita sekitar 32,3 juta orang (tabel 1)
DIAGNOSIS
Tidak seperti pada hepatitis B pemeriksaan konvesional untuk mendeteksi keberadaan antigen-antigen HCV tidak lah tersedia, sehingga pemeriksaan untuk mendiagnosis infeksi HCV bergantung pada uji serologi untuk memeriksa antibodi dan pemeriksaan molekuler untuk partikel virus. Uji serologi yang berdasarkan pada deteksi antibodi telah membantu mengurangi risiko infeksi terkaitv transfusi. Sekali seseorang pernah mengalami serokonversi, biasanya hasil pemeriksaan serologi akan tetap positif. Namun demikian, kadar antibodi anti-HCV nya akan menurun secara gradual sejalan dengan waktu pada sebagian pasien yang infeksinya mengalami resolusi spontan.
Pemeriksaan anti-HCV
Antibodi terhadap HCV biasanya dideteksi dengan metode enzyme immunoassay yang sangat sensitif dan spesifik. Enzyme immunoassay generasi ke-3 yang banyak dipergunakan saat ini mengandung protein core dan protein-protein struktural yang dapat mendeteksi keberadaan antibodi dakam waktu 4 – 10 minggu infeksi. Antibodi anti-HCV masih tetap dapat terdeteksi selama terapi maupun setelahnya tanpa memandang respons terapi yang dialami, sehingga pemeriksaan anti-HCV tidak perlu dilakukan kembali apabila sudah pernah dilakukan sebelumnya.
Uji immunoblot rekombinan (recombinant immunoblat assay, RIBA) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil uji enzyme immunoassay yang positif. Penggunaan RIBA untuk mengkonfirmasi hasil hanya direkomendasikan untuk setting populasi low-risk seperti pada bank darah. Namun dengan tersedianya metode enzyme immunoassay yang sudah diperbaiki dan uji deteksi RNA yang lebih baik saat ini, maka konfirmasi dengan RIBA telah menjadi kurang diperlukan.