Saat ini, diperkirakan 40% penduduk dunia pernah terpapar oleh virus hepatitis B (HBV) dan sejumlah 350 juta dari yang pernah terpapar tadi merupakan pengidap (karier) HBV.Sekitar satu juta orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan HBV. Prevalensi HBV didunia bervariasi dari 0,1% hingga 20%. Daerah dengan prevalensi HBV rendah (0,1-2%) adalah di Eropa Barat (dengan variasi yang luas di kawasan Eropa), Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru; prevalensi sedang (3-5%) di negara Mediterania, Jepang, Asia Tengah, Timur Tengah, Latin dan Amerika Selatan; serta prevalensi tinggi (10-20%) di Asia Tenggara, Cina, dan Afrika sub-Sahara. Di Indonesia prevalensinya berkisar dari 2.5% sampai 10% (di P Jawa), sedangkan diluar P Jawa dilaporkan lebih dari 10-15%. Misalnya laporan dari Papua (Irian) sekitar 17%. Dibeberap pulau di Nusa Tenggara Timur angka yang sangat tinggi lebih dari 25% telah dilaporkan.
Keanekaragaman ini mungkin berhubungan dengan perbedaan umur saat terkena infeksi, yang berkorelasi dengan risiko menjadi kronis. Laju progresi infeksi HBV dari akut menjadi kronik menurun seiring pertambahan usia, yaitu sekitar 90% untuk infeksi perinatal, dan sekitar 5% (atau bahkan lebih rendah) untuk orang dewasa. Insidens infeksi baru telah berkurang pada sebagian besar negara berkembang, terutama karena implementasi strategi vaksinasi. Akan tetapi, data yang tepat sulit dikemukakan, karena banyak kasus tidak dapat terdeteksi akibat gejala asimptomatik pada infeksi akut dan kronik.
Walaupun insidens infeksi hepatitis B akut telah menurun di sebagian besar negara akibat implementasi program vaksinasi, namun komplikasi yang berhubungan dengan HBV seperti kanker dan kematian masih dilaporkan terus meningkat.
TRANSMISI
•Seksual
•Perkutaneus (penggunaan obat intravena)
•Perinatal
•Horisontal
•Transfusi
Infeksi nosokomial (termasuk luka akibat jarum)
Terdapat variasi dalam cara transmisi pada daerah geografis. Sebagai contoh, pada daerah dengan prevalensi rendah seperti Eropa Barat, rute transmisi biasanya melalui hubungan seksual yang tidak aman dan penggunaan obat intravena. (Drug Abused). Sementara, pada daerah dengan prevalensi tinggi seperti Afrika sub-Sahara, Asia Tenggara termasuk Indonesia, infeksi perinatal (dari ibu kebayi) pada saat persalinan, merupakan rute transmisi yang dominan. Transmisi horizontal sering terjadi pada masa kanak-kanak dan merupakan rute transmisi terbanyak pada daerah dengan prevalensi sedang.
Transmisi Seksual
Pada daerah dengan prevalensi rendah, transmisi seksual adalah rute transmisi terbanyak. Sekitar 40% infeksi HBV baru di Amerika Serikat diperkirakan ditransmisikan melalui hubungan seksual secara heteroseksual, dan 25% terjadi karena hubungan homo seksual (sesama pria) Oleh karenanya, pencegahan transmisi HBV dilakukan dengan vaksinasi dan hubungan seks yang lebih aman, misalnya menggunakan kondom
Inokulasi Perkutaneus
Transmisi perkutaneus (melalui suntik) kelihatannya merupakan rute transmisi HBV yang efektif, misalnya dengan saling berbagi jarum suntik pada penggunaan obat intravena. Pada daerah dengan prevalensi rendah seperti Eropa dan Amerika Serikat, sekitar 15% kasus infeksi HBV baru terdiagnosis pada pengguna obat intravena Risiko transmisi HBV meningkat seiring dengan jumlah pengguna obat per tahun, frekuensi injeksi, dan perilaku berbagi jarum suntik.
Situasi lain yang memungkinkan inokulasi HBV perkutaneus adalah penggunaan bersama alat pencukur atau sikat gigi, Beberapa tindakan seperti akupuntur, tato, dan tindik tubuh dihubungkan dengan transmisi hepatitis B. Edukasi kesehatan publik dan penggunaan jarum suntik sekali pakai merupakan metode pencegahan transmisi yang penting.
Transmisi Perinatal
Transmisi dari ibu dengan HBeAg positif (penanda bahwa pengidap HBV masih aktif dan menularkan) ke bayinya dapat terjadi dalam rahim, saat kelahiran, atau setelah kelahiran. Risiko kemungkinan infeksi bisa mencapai 90%. Vaksinasi neonatal memiliki efikasi yang tinggi dalam hal ini (95%). Dengan demikian, sebagian besar infeksi diperkirakan terjadi saat atau sesaat sebelum kelahiran. Operasi caesar tampaknya tidak menjamin bahwa bayi tidak terkena infeksi secara 100%. Risiko transmisi dari ibu ke bayi berhubungan dengan tingkat replikasi HBV pada ibu. Terdapat kolerasi langsung antara kadar DNA-HBV maternal dengan kecenderungan transmisi. Pada ibu dengan HBV replikasi tinggi, risiko transmisi dapat mencapai 85-90%, yang menurun jika kadar DNA-HBV rendah.
Pada beberapa penelitian, hampir tidak terdapat transmisi perinatal jika tingkat replikasi virus pada ibu tidak signifikan. Misalnya kadar VHB HBV yang rendah, serta HBeAg negatif Jadi mengurangi risiko transmisi perinatal adalah hal yang mungkin. Langkah pertama ialah identifikasi orang yang berisiko. Uji HBsAg seharusnya dilakukan pada semua wanita saat kunjungan prenatal pertama dan diulang kemudian saat kehamilan jika memungkinkan. Bayi yang baru lahir dari ibu dengan HBV positif dapat diproteksi secara efektif menggunakan imunisasi pasif aktif (proteksi > 90%) Pemeriksaan selanjutnya dengan memeriksa HBeAg sangat dianjurkan. Jika HBeAg + berarti status ibu sanagt infeksius dan kemungkinan penularan perinatal sanagt tinggi, lebih dari 95%. Sebaliknya jika HBeAg – kemungkinan penularan jauh lebih kecil.
Pada ibu dengan HBeAg + maka bayi sangat dianjurkan selain vaksinasi hepatitis B, juga mendapat suntikan HBIG (hepatitis B immunoglobulin).2 kali berturut-turut dengan jarak antara suntikan kedua selang 1 bulan. Imunoglobulin hepatitis B untuk imunisasi pasif seharusnya diberikan sedini mungkin (dalam 12 jam), namun dapat diberikan hingga 7 hari setelah kelahiran jika seropositif ibu baru dideteksi kemudian. Imunisasi aktif sesuai standar diberikan sebanyak 3 kali (10 µg pada hari 0, bulan pertama, dan bulan keenam). Operasi caesar tidak dilakukan secara rutin, tetapi direkomendasikan karena adanya penyakit infeksi lain, seperti HIV (berdasarkan laju replikasi virus). Jika vaksinasi dilakukan pada anak, maka anak tetap dapat diberi air susu ibu.